Selalu ada saja yang bisa di explore dari Desa Wisata Cikendung, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang. Kali ini Team Mlancong Indonesia dan para Pemuda dari Desa Cikendung jalan sore atau istilah kerennya “Ngabuburit” ke Curug Sahid.
Lampung dulu dan Lampung kini semakin jauh berbeda. Sekitar periode tahun 1990 an suasana kotanya masih sepi dan tidak banyak industri. Namun sekarang ini kalau kita kesana Kota Lampung semakin padat dan semakin banyak pembangunan gedung bertingkat.
Kota Padang dan Bukit Tinggi memang sebuah kota yang sangat memikat. Perpaduan antara alamnya yang indah, budaya yang beragam dan kulinernya yang benar-benar mantab. Salah satu kuliner yang harus dikunjungi ketika ke Kota Padang adalah Gulai kepala ikan Rumah Makan Keluarga Bungus.
Sudah lama sekali saya mendengar tentang Pantai Lhok Nga Aceh, seakan-akan kalau pergi ke Aceh harus mampir ke Pantai Lhok Nga. Akhirnya, Maret 2016 lalu saya berkesempatan mampir ke Aceh dan Pantai Lhok Nga menjadi salah satu tempat yang harus saya kunjungi.
Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.
Jarum jam menunjukkan pukul delapan pagi ketika kami bersiap menuju Curug Suhom, yang katanya merupakan curug yang paling dekat dengan Kota Banda Aceh. Perlahan-lahan mobil yang kami tumpangi mulai meninggalkan perkotaan, dan beberapa saat kemudian jalanan mulai naik dan turun pertanda kami sudah mulai melewati daerah pegunungan.
Begitu saya bilang perut sudah terasa lapar, Pak Hasyim – sopir yang membawa saya selama di Sabang, langsung saja menyodorkan restoran Kencana. Saya langsung mengiyakan saja, tidak tanya menu yang dijual. ,”Yang penting tempatnya bersih Pak, Kata saya kepada Pak Hasyim.
Museum ini terlihat dari samping bagaikan gedung yang luas untuk menyelamatkan diri (escape building), namun nampak dari atas katanya seperti rentetan gelombang Tsunami. Kesan lain, bagi para pengunjung, pertama ketika melihat bangunan museum ini adalah sebuah bangunan yang bentuknya minimalis dan modernis, tidak seperti layaknya museum yang bangunannya kuno.
Ada dua monumen kapal yang bisa kita lihat sampai sekarang akibat peristiwa Tsunami Aceh yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Yang pertama adalah kapal nelayan dengan ukuran tidak terlalu besar yang berada di Lampulo. Kedua adalah PLTD Apung yang berada di di Desa Punge, Blancut, Banda Aceh.
,”Mas..kita makan di Warung Nasi Hasan aja...menunya ayam goreng..lumayan enak,” Kata sopir yang membawa perjalanan saya selama di Banda Aceh. ,”Ok...ayolah..kita coba saja yang belum pernah,” Jawab saya spontan.